Kamis, 20 Agustus 2015

Maaf, Beli, ini Nasi Campur Bali

Siapa, sih, yang tidak tahu Bali? Barangkali sebagian penduduk planet ini sudah tak asing lagi mendengar nama pulau tersebut. Hanya, selain lekat dengan budaya dan wisata, Bali juga menyimpan kelezatan masakan khas mereka.
Nah, tidak perlu jauh-jauh pergi ke Bali jika sekadar ingin mencicip beragam masakan Bali. Coba saja sambangi Pura Aditya Jaya di Rawamangun, Jakarta Timur. Di halaman luar pura, terdapat deretan berisi empat kios yang berdiri secara permanen. Dari luar tampak bahwa kios-kios ini menjual berbagai peralatan ibadah. Pasalnya, pemiliknya memajang beragam perangkat doa seperti tempat sajen, kain, dupa, dan buku-buku doa. Namun, ke sanalah kita akan berburu makanan khas Bali, karena di dalam kios tadi terdapat warung nasi.
Ada tiga kios yang menjual masakan Bali. Setiap hari minggu, seiring dengan waktu ibadah umat Hindu, ketiga kios tadi selalu diserbu mereka yang ingin mengisi perut. Meski begitu, kios milik I Gusti Ayu Taman, yang letaknya nomor dua dari pintu masuk halaman pura, juga buka di hari-hari biasa. “Kalau hari Minggu lebih komplet. Kue-kue dari Bali juga ada,” jelas Ayu, pemilik kios.
Ayu menggelar dagangannya dalam kios berukuran 4 x 6 meter yang dilengkapi dengan enam meja makan plus kursi plastik. Di atas meja tersedia berpiring-piring camilan, berupa keripik ceker ayam, kacang goreng, serta keripik usus dan paru babi. Layaknya warung nasi, semua lauk yang dimasak pada hari itu dipajang dalam etalase kaca. Hal tersebut memudahkan pembeli yang tidak tahu nama masing-masing lauk dari Bali ini. Soalnya, mereka bisa menunjuk saja makanan yang diinginkan.
Tapi, kalau mau gampang, pesan saja nasi campur. Satu porsinya terdiri atas sepiring nasi dengan lauk hari itu yang disajikan dalam piring kecil terpisah. Dalam piring kecil tersebut ada lawar, irisan babi panggang, urutan, tum babi, dan satai babi. Tidak ketinggalan semangkuk kecil sayur gurih berkuah cokelat yang isinya adalah nangka muda, irisan batang pisang, serta kacang krisik atau dikenal juga dengan nama kacang tolo. Masing-masing masakan tadi memiliki rasa bumbu rempah yang kuat, termasuk pedasnya cabai yang menggigit lidah.
Bahan bakunya dari Australia
Jangan khawatir. Jika Anda tidak memakan daging babi, ada beberapa menu pilihan lainnya. Sebutlah serombotan yang mirip dengan urap, telengis atau pepes blondo (ampas pembuatan minyak kelapa) yang nikmat disantap dengan nasi hangat, ayam sambal matah, dan sayur nangka kuah. Ayu bilang, ia juga memasak satai ikan lilit jika ada pesanan. Maklum, untuk membuat satai lilit, Ayu mesti menggunakan ikan yang benar-benar segar. Jadi, pembeli satai lilit ikan harus memesannya dua hari di depan.
Setiap hari Minggu, Ayu menambah jenis masakan yang dijual, seperti kue-kue ala Bali, babi guling, dan lawar merah lantaran pembelinya berjubel. “Lawar merah ini harus dimakan segera. Sudah lewat sedikit saja, enggak enak,” kata dia.
Omzet jualan Ayu yang berlipat juga kelihatan dari banyaknya beras yang ditanak. Kalau hari biasa cukup 10 liter beras, di hari Minggu ia harus memasak sampai 40 liter beras.
Jika di hari biasa orang datang ke warungnya untuk mencari babi panggang, pada hari Minggu Ayu menyediakan babi guling yang disajikan utuh. Saat hari besar, babi guling yang bobotnya 35 kilogram bisa habis. “Padahal, kami cuma buka seharian,” ujar Ayu lagi.
Sebagian masakan yang dijual Ayu adalah olahan babi. Tak heran jika dalam seminggu Ayu harus dua kali belanja daging babi, masing-masing 100 kilogram. Selain dimasak tum dan satai, Ayu juga membuat babi panggang dalam jumlah besar. Maklum, pada hari biasa banyak orang menanyakan babi guling yang cuma dimasaknya saban Minggu. “Jadi, saya bikinkan babi panggang,” jelasnya. Sepotong babi panggang, beratnya 1,25 kilogram, harganya Rp 90.000.
Meski memasak makanan Bali, Ayu tidak mendatangkan babi khusus dari Bali. Justru ia mencari babi Australia di pasar Jakarta. Menurutnya, babi dari Benua Kanguru itu bobotnya besar, dagingnya bersih, dan sedikit lemak. “Kalau babi dari Bali malah kecil dan banyak berlemak,” kilahnya.
Bisa diduga bahwa penggemar masakan Ayu bukan cuma orang Bali yang bermukim di Jakarta, melainkan juga banyak lidah dari luar pulau dewata. Penyuka masakan Bali bikinan Ayu juga tidak hanya mereka yang mampir ke kedai di Rawamangun, karena ia kerap menerima pesanan makanan. “Kemarin ada pesanan 200 kotak, tapi menu makanannya halal,” jelas Ayu lagi.
Kunci Masakan Bali
Masakan Bali memiliki kekhasan tersendiri. Para pemasaknya royal memakai bumbu dapur dan rempah-rempah sehingga aromanya terasa kuat. Makanan Bali umumnya bisa dikelompokkan menjadi beberapa macam, yakni makanan basah, masakan yang berkuah, masakan kering, serta makanan yang diolah secara utuh seperti betutu atau be guling (babi guling utuh yang dipanggang dengan berbagai bumbu dalam perutnya).
Beragam jenis lauk, seperti babi, ayam, ikan, tempe disebut sebagai be. Adapun sayur berkuah dinamai jukut. Jukut yang digabungkan dengan be menjadi lawar. Adapun makanan kering yang sangat terkenal dari Bali adalah satai lilit. Berikut beberapa masakan Bali dan penjelasannya.
~Serombotan : Sejenis urap khas Bali, terdiri dari toge, kacang panjang, kangkung, bayam, buncis, terung bulat yang di atasnya ditaburi saur (serundeng), kacang krisik, dan kelapa parut yang dibumbui.
~Tum babi : Daging babi cincang dicampur kelapa, dibungkus, dan dikukus.
~Lawar : Rebusan kacang panjang, jantung pisang, dan irisan kelapa yang dicampur dengan parutan kelapa berbumbu. Kadang ada tambahan kulit babi rebus atau jenis daging lain. Ada jenis lawar putih dan lawar merah. Untuk membuat lawar merah, daging cincang tadi dicampur minyak kelapa dan darah. Namun ada juga lawar halal, yang dibuat dari batang pisang (ares).
~Sate lilit : Dibuat dari cincangan ikan atau ayam yang dibumbui, lantas dililitkan pada sebatang lidi untuk kemudian dibakar.
~Telengis : Pepes yang dibuat dari sisa pembuatan minyak kelapa (blondo)
~Sambal matah : Sambal yang dibikin dari irisan bawang merah, bawang putih, cabai, jahe, serta diaduk dalam minyak sayur.
Satu Meja di Halaman Pura
Hitung punya hitung, I Gusti Ayu Taman sudah dua puluh tahun lebih berjualan makanan Bali di pura Rawamangun. Semua berawal pada 1981, saat itu Ayu meminta izin berjualan pada penjaga pura. “Di sini masih sepi, banyak pohon pisang,” kenang Ayu. Dagangan Ayu yang pertama adalah serombotan dan kue-kue jajanan Bali. Lantaran laris, Ayu pun berani menambah jenis jualannya. “Saya bikin lawar, karena banyak yang minta,” katanya. Setelah lawar, kemudian satai.
Pelanggan Ayu pun kian banyak. Ia jadi tambah repot. Jika tadinya Ayu mampu menangani lapak hanya dibantu anaknya yang masih TK untuk mencuci piring, lama kelamaan ia harus mengajak beberapa saudaranya dari Bali untuk membantu. Lapaknya juga mengalami perubahan. “Dulu cuma ada satu meja, itu juga meja sumbangan,” ujar Ayu.
Tapi, dinding warung masih berupa anyaman bambu. Meski harus menampung banyak pembeli, Ayu merasa tak enak kalau harus merombak warungnya. Maklum, ia berjualan di tanah milik pura. “Baru tahun 1995 dibangun kembali seperti sekarang,” kata Ayu yang juga pernah berjualan di tanah asalnya di Bali.
Warung Ayu Taman
Pura Aditya Jaya
Jl. Daksinapati Raya No. 10 Rawamangun-Jakarta Timur
Telp. 47866963

Tidak ada komentar:

Posting Komentar